Tidak ada dalil dari Al-Qur'an maupun Sunah yang secara langsung menyinggung hukum arisan
Oleh sebab itu, hukum arisan dikembalikan pada hukum muamalah secara umum sebagaimana disebutkan kaidah fikih sebagai berikut:
الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
"Hukum asal semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."
Dalil Al-Qur’an tentang Larangan Judi
Allah SWT secara tegas mengharamkan perjudian dalam Al-Qur’an. Dalam Surah Al-Maidah ayat 90, Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)
Ayat ini menunjukkan bahwa perjudian digolongkan sebagai perbuatan syaitan yang harus dijauhi oleh umat Islam.
Pengertian Judi dalam Islam
Judi, atau “maisir” dalam bahasa Arab, adalah aktivitas pertaruhan di mana seseorang mempertaruhkan harta atau barang dengan harapan memperoleh keuntungan tanpa usaha yang sah. Praktik ini sering kali melibatkan permainan seperti dadu, kartu, atau taruhan lainnya yang hasilnya tidak dapat diprediksi.
Hukum Arisan dalam Islam
Terkait hukum arisan dalam Islam, para ulama terbagi menjadi dua pendapat. Ada ulama yang membolehkan dan terdapat ulama yang mengharamkan.
Namun, mayoritas ulama seperti Ar-Razi Asy-Syafi'i, Abdul Aziz bin Baz, dan Muhammad bin Al-'utsaimin, berpendapat, hukum arisan adalah mubah atau boleh. Berikut ini beberapa alasan mayoritas ulama memperbolehkan arisan:
Hadis Nabi tentang Judi
Selain Al-Qur’an, hadis Nabi Muhammad SAW juga menegaskan keharaman judi. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa berkata kepada kawannya, ‘Mari aku ajak kamu berjudi’, hendaklah dia bershadaqah!” (HR. Al-Bukhari, no. 4860; Muslim, no. 1647)
Hadis ini menekankan bahwa ajakan untuk berjudi harus dihindari, dan sebagai gantinya, disarankan untuk bersedekah.
Arisan adalah jenis muamalah yang diperbolehkan karena termasuk akad utang piutang yang mengandung unsur saling membantu
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Maidah ayat 2 tentang anjuran sifat
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Wa ta‘āwanū ‘alal-birri wat-taqwā, wa lā ta‘āwanū ‘alal-iṡmi wal-‘udwān(i), wattaqullāh(a), innallāha syadīdul-‘iqāb(i).
"...Tolong-menolonglah kamu dalam [mengerjakan] kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya," (QS. Al-Maidah [5]: 2).
Di sisi lain, sebagian ulama yang mengharamkan arisan di antaranya Shalih Al-Fauzan dan Abdul Aziz bin Abdullah Alu Asy-Syaikh. Alasan ulama tersebut mengharamkan arisan di antaranya mengandung riba, menimbulkan permusuhan, kebencian, pertengkaran, kezaliman, hingga adanya pengundian, dan pemindahan hak.
Dari dua pandangan di atas, dapat diambil kesimpulan, arisan boleh dilakukan selama tidak ada unsur riba, ketidakjelasan, merugikan pihak lain, hingga ketidakadilan. Praktik arisan dapat dititikberatkan kepada perbuatan untuk saling tolong menolong sesama anggota.
Panduan bagi Umat Islam
Untuk menjaga diri dari praktik perjudian, umat Islam disarankan untuk:
Bermain judi adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam dengan dalil yang jelas dari Al-Qur’an dan hadis Nabi. Dampak negatifnya tidak hanya merusak moral dan mental, tetapi juga dapat menimbulkan konflik sosial dan kerusakan ekonomi. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita harus menjauhi praktik perjudian dan mengisi waktu dengan aktivitas yang bermanfaat.
Semoga artikel ini bermanfaat dan menjadi pengingat bagi kita semua untuk selalu berada di jalan yang diridhai oleh Allah SWT.
Suara.com - Arisan tentu sudah tak asing lagi karena telah menjadi kebiasaan yang banyak di lakukan mayoritas masyarakat di Indonesia. Arisan yang berkembang di tengah masyarakat pun, bermacam-macam bentuknya seperti arisan uang, gula, perabot, elektronik, haji, semen dan lain-lain. Namun tahukah kamu hukum arisan dalam Islam?
Tak hanya di Indonesia, ternyata fenomena arisan juga ada di negara Arab, bahkan dikenal sejak abad ke sembilan hijriyah yang dilakukan oleh wanita Arab yang dikenal dengan istilah jum'iyyah al-muwazhzhafin atau al-qardhu at-ta'awuni. Sampai saat ini fenomena itu masih berkembang pesat. Dengan demikian, tentunya arisan tak lepas dari perhatian dan penjelasan hukum syar'i bentuk mu'amalah.
Kata arisan sendiri merupakan istilah yang berlaku di Indonesia. Dalam kamus Bahasa Indonesia (KBBI) disebut bahwa arisan merupakan pengumpulan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang, kemudian diundi. Adapun undian itu dilaksanakan secara berkala hingga semua anggota memperoleh arisannya.
Baca Juga: Hukum Suami Membuka Aib Istri dalam Islam, Hati-Hati Bisa Terkena Azab
Secara umum, arisan lebih sering dilakukan oleh kaum wanita dari pada laki-laki. Kegiatan satu ini biasanya juga kerap dijadikan kesempatan untuk bersilaturahmi serta berkumpul bersama orang-orang terdekat. Bahkan, ada pula seseorang yang mengikuti lebih dari satu, misalnya arisan keluarga, RT, kantor dan lainnya.
Hukum Arisan dalam Islam
Sebenarnya, arisan hukumnya boleh karena termasuk dalam akad qordh ataupun pinjaman. Namun jika melanggar hukum syara' tentang qordh atau pinjaman, arisan bisa termasuk riba dan hukumnya haram. Menurut pakar fikih muamalah Kyai Haji Shidiq Aljawi, hukum-hukum arisan dalam syariat Islam antara lain sebagai berikut:
1. Jumlah uang yang diperoleh pemang arisan wajib sama dengan akumulasi iuran yang dibayarkan oleh seorang peserta arisan. Selisih kurang atau lebih adalah riba.
2. Jika dalam arisan yang dikumpulkan adalah uang, maka pemenang arisan hanya boleh menerima uang yang sama jenisnya dan sama jumlahnya.
Baca Juga: Hukum Tidak Menggerakkan Bibir Saat Membaca Bacaan Salat, Apakah Sah?
3. Jika dalam arisan yang dikumpulkan adalah barang, misalnya beras, gula dan lain-lain maka pemenang arisan hanya boleh menerima barang yang sama jenisnya dan yang sama berat atau takarannya.
4. Tidak boleh arisan yang mengumpulkan uang tapi pemenangnya mendapatkan barang. Demikian juga sebaliknya, tidak boleh arisan yang mengumpulkan barang tapi pemenangnya mendapatkan uang.
5. Jika ingin mendapatkan barang maka harus memenuhi dua syarat terlebih dahulu. Yang pertama, pemang arisan diberi opsi atau pilihan yaitu boleh mengambil uang atau boleh mengambil barang. Yang kedua, pemenang arisan yang memilih opsi mengambil barang harus melakukan akad jual beli lagi secara terpisah dengan akad arisan di awal.
6. Biaya operasional atau konsumsi tidak boleh diambil atau dipotong dari uang arisan.
7. Biaya operasional atau konsumsi tidak boleh menjadi tanggungan yang dapat arisan.
8. Tidak boleh ada lelang dalam arisan, karena lelang akan menimbulkan riba yaitu tambahan dari jumlah arisan yang sudah dibayar oleh pemenang lelang.
Itulah penjelasan mengenai hukum arisan dalam Islam. Nah, sebagai umat Islam hendaknya kita memperhatikan hal-hal sederhana tersebut agar tidak menimbulkan dosa.
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari
tirto.id - Arisan merupakan salah satu jenis muamalah yang dipraktikan sejumlah orang di masyarakat. Pihak wanita menjadi kaum yang paling banyak melakukan jenis muamalah tersebut. Praktik arisan oleh para wanita berdasarkan kajian sejarah, diketahui telah dilakukan semenjak abad 9 Hijriah dengan sebutan jumu'ah.
Lantas, apa pengertian dan arti arisan? Bagaimana sistem arisan uang, barang, atau spiritual? hingga bagaimana hukum arisan dalam Islam? Artikel ini akan mengulas tentang arisan terutama dalam ranah kajian agama Islam.
Arisan dalam bahasa Arab mempunyai beberapa sebutan lain seperti Al-Qardu at-ta'awuni, Al-Qardu al-jama'i, dan Al-Jumu'ah. Al-Khotslan menyebut arisan dengan jam'iyyah muwaddhofin, yang berarti perkumpulan atau asosiasi para karyawan. Alasan penyebutan tersebut, karena praktik arisan di Arab, populer dilakukan para karyawan di berbagai unit kerja.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian arisan adalah kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya, undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperoleh.
Arisan kurang lebih dibagi menjadi tiga macam, meliputi uang, barang, dan spiritual. Pertama, arisan uang, dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah besaran uang yang telah ditentukan dari kesepakatan para peserta. Setelah uang terkumpul, akan dilakukan pengundian untuk menentukan siapa yang mendapatkan giliran dulu.
Kedua, arisan barang yang pelaksanaanya sama seperti arisan uang. Namun, hasil arisan jenis ini bukan uang melainkan barang mahal seperti motor, mesin cuci, kulkas, dan sebagainya. Tujuan arisan barang, salah satunya untuk memberikan keringanan bagi mereka yang ingin membeli barang namun terlalu mahal dengan uang tunai.
Ketiga, arisan spiritual, arisan dengan objek hasil jasa seperti perjalanan haji, umrah, kurban, dan sebagainya. Salah satu tujuan arisan spiritual ialah meningkatkan keimanan dan ketakwaan, karena mendapatkan biaya untuk menunaikan ibadah seperti haji atau kurban.
Manfaat arisan tidak mengurangi harta yang diutangkan sedikit pun
Kedua pihak mendapatkan manfaat yang sama, baik yang utang maupun yang diutangi.
Apakah Arisan itu sama dengan Utang?
Arisan sama dengan utang. Pada hakikatnya, arisan adalah praktik utang yang dilakukan secara bergilir. Sebagai contoh, terdapat 12 orang yang akan mengadakan arisan uang sebesar Rp500 ribu per bulan selama setahun.
Setiap bulan, akan terkumpul uang arisan sebesar Rp6 juta yang diberikan kepada mereka yang namanya keluar dalam undian. Arisan akan terus berlanjut setiap bulan hingga seluruh anggota mendapatkannya.
SEJAK kebelakangan ini ramai dalam kalangan anak muda yang cukup gemar bemain permainan video PUBG sehingga ada yang menjana pendapatan hasil daripada aktiviti itu melalui penstriman langsung di laman sosial seperti Facebook.
Apabila ia mampu memberi pendapatan dengan hanya bermain PUBG, ramai mula menjadikannya sebagai aktiviti sepenuh masa untuk mendapatkan wang.
Bagaimanapun apakah hukumnya dalam Islam bagi seseorang memperoleh hasil kewangan daripada bermain permainan video?
ARTIKEL BERKAITAN: Buka aib pasangan di laman sosial sudah jadi trend, adakah dibolehkan dalam Islam?
Pada asalnya hiburan diharuskan dalam Islam melainkan terdapat perkara lain yang mengubah hukum daripada harus kepada haram. Ini seperti hadis yang diriwayatkan oleh Hanzalah RA, Sabda Nabi SAW:
Maksudnya: âWahai Hanzalah! Ada masa untuk urusan keduniaan, ada masa untuk beribadah. Dan jika hati kamu sentiasa sama seperti kamu sedang mengingati Allah SWT, para malaikat akan bersalam denganmu dan memberi salam kepadamu di pertengahan jalan.â - [Riwayat Muslim (2750)].
Umumnya, hukum bermain PUBG adalah harus jika dilakukan dengan kadar berpatutan. Namun, ia cenderung menjadi makruh jika bermain secara berlebih-lebihan kerana terdapat unsur-unsur membuang masa, bahkan hukumnya boleh menjadi haram sekiranya pemain itu melanggar batas-batas ditetapkan syarak serta meninggalkan tanggungjawab sebagai seorang muslim seperti solat, melawan dan meninggikan suara kepada ibu bapa kerana tidak mahu berhenti bermain dan lain-lain.
Penjanaan duit melalui penstriman langsung bukanlah suatu perkara yang mudah kerana perlu melalui beberapa proses yang memperuntukkan tempoh masa yang agak panjang.
Khusus berkaitan hukum menjana duit daripada penstriman langsung (live streaming) di Facebook, perlu difahami terlebih dahulu amalan yang biasa diamalkan oleh penstrim (streamer).
Antara medium terkenal yang menjadi lubuk penstrim untuk menjana wang ialah melalui laman Twitch, Facebook Gaming dan YouTube Gaming.
Kaedah penjanaan duit daripada Facebook Gaming diperoleh melalui sumbangan yang diberikan oleh peminat-peminat penstrim. Sumbangan tersebut diberikan dalam bentuk ikon bintang (stars) yang dibeli oleh peminat dalam bentuk pakej dengan harga yang ditetapkan pihak FB; contohnya (100 stars = RM6).
Setiap satu bintang yang dibeli dan diberikan, penstrim mempunyai bahagian sebanyak 0.01$USD lebih kurang RM0.40, manakala baki lebihan menjadi hak milik FB namun begitu, pihak FB meletakkan beberapa syarat yang perlu dipenuhi sebelum penstrim layak untuk menerima stars, antaranya perlu:
1. Membuat satu laman (page gaming) tersendiri
2. Membuat penstriman langsung sekurang-kurangnya 4 jam dalam tempoh 14 hari
3. Membuat penstriman langsung sekurang-kurangnya 2 hari dalam tempoh 14 hari
4. Mempunyai sekurang-kurangnya 100 followers
Melihat kepada penetapan syarat-syarat di atas, penjanaan wang melalui penstriman langsung bukanlah suatu perkara yang mudah kerana perlu melalui beberapa proses yang memperuntukkan tempoh masa yang agak panjang.
Bermula dengan proses melayakkan diri untuk menyertai program penjanaan FB melalui empat syarat di atas. Proses di atas hanya sebagai pra syarat untuk melayakkan penstrim menjana apa-apa pendapatan.
Namun, untuk menjana pendapatan secara berterusan, penstrim perlu melalui proses seterusnya iaitu mendapatkan seberapa banyak mungkin donations (sumbangan stars) dan subscribers dengan pelbagai cara seperti mempromosikan bakat bermain dan berinteraksi secara berterusan dengan penonton dan peminat yang melihat strim langsung tersebut.
Lantaran itu, menjadi amalan kebiasaan bagi para penstrim untuk membuat strim langsung berjam-jam sekitar 4 hingga 8 jam sehari. Tempoh masa mungkin menjadi lebih panjang sekiranya penstrim membuat pekerjaan tersebut secara sepenuh masa.
Hukum menjana pendapatan melalui penstriman langsung adalah harus dengan beberapa hujah dan alasan.
Penelitian Hukum Syarak
Asasnya, situasi berbeza kadangkala menatijahkan hukum yang berbeza. Ini sangat bertepatan dengan kaedah umum yang menyebut, Maksudnya: âHukum terhadap sesuatu perkara merupakan natijah daripada bagaimana gambaran sesuatu isu difahamiâ. (Lihat: Syarh Mukhtasar Li al-Sullam al-Munauraq, 3/11)
Allah SWT juga berfirman di dalam al-Quran, Maksudnya: âDan janganlah engkau mengikut apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan mengenainya. Sesungguhnya pendengaran dan penglihatan serta hati, semua anggota-anggota itu tetap akan ditanya tentang apa yang dilakukannyaâ. - [Surah al-Israâ (36)].
Syeikh Saâdi dalam tafsirnya ketika menerangkan ayat ini menyebut bahawa ayat ini memerintahkan agar umat Islam membuat penelitian dan penyelidikan secara menyeluruh dan tidak tergesa-gesa dalam menjatuhkan hukum-hakam. (Lihat: Tafsir al-Karim al-Rahman, m/s 532).
Berdasarkan mekanisme dan penerangan di atas, hukum menjana pendapatan melalui penstriman langsung adalah harus dengan beberapa hujah dan alasan;
1. Asal sesuatu perkara khususnya bidang muamalat adalah harus selagi mana tiada dalil lain yang menunjukkan sebaliknya. Bertitik tolak dengan keputusan keharusan bermain PUBG secara umum, maka kami katakan menjana pendapatan melaluinya juga harus.
Keharusan asal sesuatu perkara dalam bidang muamalat diperakui oleh majoriti ulama termasuklah Imam al-Syafie Rhm (wafat 205H).
2. Kerajaan juga mengiktiraf PUBG sebagai salah satu E-Sport dan menjanjikan peluang pekerjaan baru bagi generasi akan datang. Maka, hukum menjana duit melalui PUBG mengambil hukum yang sama seperti pekerjaan lain yang seumpama dengannya.
Ini bertepatan dengan kaedah Fiqh yang menyebut, Maksudnya: âTidak dinafikan perubahan hukum disebabkan perubahan masa dan tempatâ. (Lihat: Durar al-Hukkam, 1/47)
Paling penting jangan kita lalai bermain permainan video sehingga melupakan tanggungjawab lain.
Walaupun begitu, para penstrim dinasihatkan mengimbangkan waktu mereka bermain dengan tuntutan-tuntutan lain mereka sebagai seorang Muslim, seorang anak, seorang rakan, mahupun seorang bapa supaya mereka tidak mengabaikan urusan lain khususnya menjaga solat, tanggungjawab keluarga, menjaga kesihatan, menjaga batas pergaulan, menjaga aurat dan lain-lain.
Kegagalan untuk meneliti dan mengambil berat aspek-aspek lain boleh mengubah status keharusan tersebut kepada hukum makruh bahkan boleh menjadi haram seperti mengabaikan waktu solat, bertutur dengan perkataan tidak sopan, menonjolkan aurat secara sengaja untuk menarik penonton dan lain-lain perkara yang dilarang oleh Syarak.
Imam Zarkasyi Rhm (wafat 794H) menyimpulkan bahawa hukum harus boleh berubah mengikut kepada situasi tertentu. Kadangkala berubah menjadi wajib jika meninggalkan perkara tersebut akan memberi kemudaratan.
Kadangkala menjadi haram sekiranya melakukan perkara tersebut menyebabkan tidak melakukan kewajipan lain yang ditetapkan Syarak, dan begitu juga boleh berubah kepada hukum-hukum taklifi yang lain seperti sunat dan makruh. (Rujuk: al-Bahru al-Muhith, 1/365)
Dalam masa yang sama, disarankan kepada penstrim untuk mengambil peluang yang ada menjadikan medium laman gaming sebagai tempat untuk berdakwah dan mengajak para penonton dan peminat untuk melakukan kebaikan walau di mana sahaja mereka berada. Selain itu, menjadi medium untuk penstrim mengingatkan kepada pemain-pemain PUBG lain untuk pandai membahagikan masa dan tidak mengabaikan urusan dan tanggungjawab yang lain. - Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan
ARISAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh Ustadz Kholid Syamhudi Lc
Hampir seluruh penduduk diseluruh pelosok tanah air mengenal yang namanya arisan. Arisan yang berkembang di masyarakat bermacam-macam bentuknya. Ada arisan motor, arisan haji, arisan gula, arisan semen dan lain-lain. Ternyata fenomena ini juga tidak hanya di negeri ini, di negara Arab dikenal sejak abad ke sembilan hijriyah yang dilakukan oleh para wanita Arab dengan istilah jum’iyyah al-muwazhzhafin atau al-qardhu at-ta’awuni, hingga kini fenomena ini masih berkembang dengan pesat. Bila demikian sudah mendunia, tentunya tidak lepas dari perhatian dan penjelasan hukum syar’i bentuk mu’amalah seperti ini oleh para Ulama. Apalagi permasalahan ini termasuk kontemporer dan belum ada sebelumnya di masa para salaful ummah dahulu. Fenomena ini demikian semarak dilakukan kaum Muslimin karena adanya kemudahan dan banyak membantu mereka serta . Bagaimana sebenarnya hukum arisan dalam Islam ?
Hakekat Arisan Kata Arisan adalah istilah yang berlaku di Indonesia. Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa arisan adalah pengumpulan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang, lalu diundi diantara mereka. Undian tersebut dilaksanakan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya. (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Wjs. Poerwadarminta, PN Balai Pustaka, 1976 hlm : 57 )
Ini sama dengan pengertian yang disampaikan Ulama dunia dengan istilah jum’iyah al-muwazhzhafin atau al-qardhu at-ta’awuni. Jum’iyyah al-muwazhzhafin dijelaskan para Ulama sebagai bersepakatnya sejumlah orang dengan ketentuan setiap orang membayar sejumlah uang yang sama dengan yang dibayarkan yang lainnya. Kesepakatan ini dilakukan pada akhir setiap bulan atau akhir semester (enam bulan) atau sejenisnya, kemudian semua uang yang terkumpul dari anggota diserahkan kepada salah seorang anggota pada bulan kedua atau setelah enam bulan –sesuai dengan kesepakatan mereka -. Demikianlah seterusnya, sehingga setiap orang dari mereka menerima jumlah uang yang sama seperti yang diterima orang sebelumnya. Terkadang arisan ini berlangsung satu putaran atau dua putaran atau lebih tergantung pada keinginan anggota.
Hakekat arisan ini adalah setiap orang dari anggotanya meminjamkan uang kepada anggota yang menerimanya dan meminjam dari orang yang sudah menerimanya kecuali orang yang pertama mendapatkan arisan maka ia menjadi orang yang berhutang terus setelah mendapatkan arisan, juga orang yang terakhir mendapatkan arisan, maka ia selalu menjadi pemberi hutang kepada mereka anggota.
Berdasarkan hal ini, apabila salah seorang anggota ingin keluar dari arisan pada putaran pertama diperbolehkan selama belum pernah berhutang (belum menarik arisannya). Apabila telah berhutang maka ia tidak punyak hak untuk keluar hingga selesai putaran arisan tersebut sempurna atau melunasi hutang-hutang kepada setiap anggota arisan.
Berdasarkan definisi diatas, para Ulama memberikan tiga bentuk arisan yang umum beredar di dunia; yaitu:
Hukum Arisan Secara Umum. Ada dua pendapat para Ulama dalam menghukumi arisan dalam bentuk yang dijelaskan dalam hakekat arisan di atas, tanpa ada syarat harus menyempurnakan satu putaran penuh.
Pendapat pertama mengharamkannya. Inilah pendapat Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Abdillah al-Fauzaan, Syaikh Abdulaziz bin Abdillah Alu syaikh (mufti Saudi Arabia sekarang) dan Syaikh Abdurrahman al-Barâk.
Argumentasi mereka adalah :
نَهَى النَّبِيُّ صلّ الله عليه وسلّم عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِيْ بَيْعَةٍ
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melarang dua jual beli dalam satu jual beli [HR Ahmad dan dihasankan Syaikh al-Albani radhiyallahu anhu dalam Irwâ’ul Ghalîl 5/149]
Itu adalah pendapat sekelompok Ulama yang pertama, sedangkan kelompok yang lain berpendapat bahwa arisan itu boleh. Inilah fatwa dari al-hâfizh Abu Zur’ah al-‘raqi (wafat tahun 826), (lihat Hasyiyah al-Qalyubi 2/258) fatwa mayoritas anggota dewan majlis Ulama besar (Hai’ah Kibaar al-Ulama) Saudi Arabia, diantara mereka Syaikh Abdulaziz bin Bâz (mufti Saudi Arabia terdahulu) dan Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimin serta Syaikh Abdullan bin Abdurrahman Jibrin.
Argumentasi mereka adalah:
Pendapat yang rajih Setelah melihat kepada argumentasi para Ulama diatas, penulis buku Jum’iyah al-Muwadzafin Prof. DR. Abdullah bin Abdulaziz al- Jibrin merajihkan pendapat yang membolehkan dengan alas an :
Dengan demikian jelaslah hukum Arisan tanpa syarat yang menjadi bentuk pertama ini hukumnya adalah boleh.
Hukum Bentuk Kedua yaitu Arisan dengan syarat harus sempurna satu putaran. Dalam bentuk yang kedua ini, para Ulamapun berbeda pendapat sama dengan bentuk yang pertama. Pendapat yang mengharamkannya menganalogikan (qiyâs) kepada pengharaman bentuk pertama. Sehingga argumentasi seputar pengharaman bentuk ini sama dengan bentuk yang pertama dengan ditambahkan adanya syarat tambahan syarat manfaat untuk yang menghutangkan. Syarat tambahan itu adalah adanya pihak ketiga atau lebih yang meminjamkan uangnya (dengan membayar iuran arisan tersebut). Ini tidak diperbolehkan karena riba disebabkan adanya tambahan manfaat keuntungan yang didapatkan oleh pemberi hutang.
Pendapat ini dapat dijawab bahwa syarat yang disepakati para Ulama dalam mengharamkan dan memberlakukan hukum riba pada sesuatu adalah adanya penetapan syarat manfaat berupa keuntungan yang dirasakan dan diperoleh oleh pemberi hutang dari orang yang berhutang hanya karena semata-mata hutang. Dan ini tidak ada dalam bentuk arisan ini; karena manfaat keuntungan yang disyaratkan disini tidak diberikan oleh penghutang sama sekali dan juga manfaat keuntungannya dirasakan oleh semua peserta arisan kecuali yang dapat urutan terakhir karena ia hanya memberikan hutang terus dan tidak berhutang kepada yang lainnya.
Oleh sebab itu, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dan Syaikh Abdullah bin Jibrin membolehkan arisan bentuk ini.
Pendapat yang rajih Prof.DR. Abdullah ali Jibrin setelah meneliti dan menjelaskan argumentasi para Ulama seputar masalah ini, beliau mengatakan, “Belum nampak bagiku adanya faktor yang menyebabkan terlarangnya arisan yang bersyarat seperti ini. Tidak ada dalil kuat yang dapat dijadikan sandaran dalam mengharamkannya. Hukum asal dalam mu’amalat itu halal. Arisan ini memiliki manfaat untuk semua pesertanya tanpa menimbulkan madharat pada salah satu dari mereka. (Jum’iyah al-Muwadzaffin, hlm 53)
Dengan demikian bentuk kedua inipun diperbolehkan secara syariat.
Bentuk ketiga bersyarat seluruh peserta harus menyempurnakan lebih dari sekali putaran Hakekat model arisan seperti ini adalah arisan dengan syarat pemberi hutang memberikan syarat kepada orang yang akan berhutang kepada mereka untuk menghutangkan kepadanya di putaran kedua dan seterusnya.
Hukum masalah ini pun berkisar pada masalah bolehkah orang yang menghutangkan sesuatu menetapkan syarat pada yang berhutang untuk memberinya hutangan di waktu yang akan datang dan apakah syarat tersebut memberikan tambahan manfaat keuntungan pada pemberi hutang pertama ?
Yang rajih dalam bentuk ini adalah haram, karena ada padanya syarat tambahan manfaat keuntungan untuk yang menghutangkan hanya karena hutang yang pertama tadi.
Demikianlah hukum arisan yang belum mengalami perubahan dan tambahan-tambahan. Sedangkan arisan-arisan yang berkembang dewasa ini, masih harus diteliti kembali kehalalannya dengan melihat sistem yang dibuat dalam arisan tersebut. Apabila sesuai dengan yang telah dijelaskan hakekatnya maka hukumnya adalah yang sduah dijelaskan diatas. Apabila tidak sesuai maka harus diteliti dan dihukumi sesuai dengan system yang diperlakukan dalam bentuk arisan tersebut.
(Makalah ini disarikan dari buku Jum’iyyah al-Muwadzdzafin (al-Qardh at-Ta’awuni) karya Prof. Dr. Abdullah bin Abdulaziz Ali Jibrin, hlm 5-56, terbitan Dar alam al-Fawaid, cetakan pertama/Dzulqa’dah 1419H)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVI/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]